Just Talk No Walk: Prabowo's Impossible Peace Resolution

Untuk memosisikan Indonesia sebagai peace maker yang kredibel, maka Indonesia perlu membentuk solusi yang tidak memihak dan mampu diterima oleh kedua pihak yang berkonflik. Sumber Foto: Unsplash

Pada awal Juni, Shangri la Dialogue yang ke 24 telah dilaksanakan di Hotel Shangri la, Singapura. Shangri la Dialogue sendiri merupakan sebuah acara tahunan yang diadakan oleh International Institutions of Strategic Studies (IISS) dengan mengundang berbagai aktor keamanan yang berpengaruh di kawasan Asia.  Shangri-la Dialogue merupakan forum diskusi dengan tujuan membahas berbagai tantangan keamanan yang dihadapi kawasan Asia dan global dengan melihat perspektif negara-negara yang terlibat. Dari Indonesia, terdapat beberapa stakeholders yang diundang untuk ikut acara dialog ini. Gubernur Lemhannas, Pak Andi Widjajanto dan Pak Prabowo Subianto selaku Menteri Pertahanan Indonesia merupakan representatif dari Indonesia yang terlibat di Shangri la Dialogue tahun ini.  Pada tahun lalu, Prabowo menyampaikan pidatonya yang berisi tantangan politik keamanan global dan peran kawasan Asia terutama mengenai rivalitas antara Amerika Serikat dan China dan bagaimana Indonesia bersikap dalam menghadapi tantangan tersebut.

Namun pada pidatonya di Shangri la Dialogue tahun ini, Prabowo mengeluarkan suatu gagasan yang berbeda dari tahun sebelumnya. Dibandingkan dengan hanya menyerukan prinsip-prinsip yang bersifat umum, Prabowo membawa suatu proposal untuk menyelesaikan perang Ukraina dan Rusia. Gagasan ini adalah 1) Dilakukannya gencatan senjata antara Ukraina dan Rusia, 2) Pasukan negara membentuk Zona demiliterisasi sepanjang 15 Mil dan 3) Dilakukannya Referendum div awah Peacekeepers. Pak Prabowo mengatakan bahwa proposal yang dibawa berdasarkan pembelajaran yang diambil Indonesia pada peristiwa Timor Timur.

Walaupun Prabowo memiliki gagasan yang baik, namun banyak sekali muncul kritikan terhadap proposalnya baik dari dalam maupun luar negeri. Adviser untuk Presiden Ukraina Mykhailo Podolyak mengkritisi gagasan yang dibawa oleh Prabowo dan menyatakan bahwa gagasan tersebut tidak realistis untuk dijalankan. Sementara itu, dari dalam negeri banyak pemikir dan akademisi Hubungan Internasional yang tidak setuju dengan gagasan yang dibawa oleh Prabowo.

Apabila dilihat di atas kertas, proposal-proposal yang dibawa oleh Prabowo dapat dikatakan menguntungkan satu pihak tertentu. Untuk memposisikan Indonesia sebagai peace maker yang kredibel, maka Indonesia perlu membentuk solusi yang tidak memihak dan mampu diterima oleh kedua pihak yang berkonflik. Contoh dari proposal yang dibawa oleh Pak Prabowo menguntungkan salah satu pihak adalah Poin nomor 3. Di Poin nomor 3 untuk dilakukannya referendum di wilayah Ukraina merupakan talking point yang digunakan oleh Rusia untuk menjustifikasi serangannya ke Ukraina. Rusia sendiri sudah melaksanakan referendum di akhir tahun 2022 untuk mendorong diskurus bahwa serangan Rusia dilakukan untuk membebaskan kaum minoritas Rusia yang terancam oleh pemerintahan di Kiev.[1] Berbagai negara telah mengecam referendum tersebut dan menyatakan tidak akan mengakui referendum ini. Tentu saja mendorong untuk dilakukannya referendum oleh Prabowo merupakan diskursus yang sejalan dengan talking point media dan pemerintah Rusia saat ini, sehingga tidak akan diterima oleh Ukraina.

Selain dari poin nomor 3, poin 1 dan poin 2 juga bahkan dapat dikatakan lebih bermasalah. Pada saat tulisan ini dibuat, Ukraina sedang dalam proses melancarkan serangan counter offensive  ke wilayah Ukraina yang diokupasi oleh Rusia.[2] Dengan bantuan persenjataan, pelatihan dan juga dukungan dari negara-negara Barat, Ukraina telah berhasil menahan Rusia yang memiliki angkatan bersenjata jauh lebih besar di periode awal perang. Sekarang, Ukraina yang memiliki inisiatif untuk melakukan serangan dan Rusia yang terpaksa untuk bertahan. Poin 1 dan Poin 2 dari proposal Pak Prabowo akan sangat menguntungkan Rusia karena akan menghentikan serangan dari Ukraina dan mereka dapat mempertahankan wilayah yang sudah mereka ambil. Ukraina dengan advantages-advantages yang mereka miliki tentu saja tidak akan mau menerima usulan gencatan senjata ini.

Apabila Indonesia ingin memberikan proposal dan menjadi peace maker yang kredibel, maka Indonesia perlu membentuk dan memformulasikan proposal yang dapat diterima oleh kedua belah pihak. Proposal Prabowo walaupun baik, namun malah menunjukkan bahwa Indonesia tidak siap untuk menjadi peace maker.


[1] Rob Picheta, “Russian forces have staged illegal ‘referendums’ in Ukraine. What comes next?” CNN, 28 September 2022, https://edition.cnn.com/2022/09/27/europe/ukraine-russia-referendum-explainer-intl/index.html

[2] Holly Ellyat, ”Ukraine's counteroffensive has been underwhelming so far — but it's low key for a reason” CNBC, 15 June 2023, https://www.cnbc.com/2023/06/16/ukraine-war-why-kyivs-counteroffensive-has-been-low-key-so-far.html