Menuju Perdamaian Rusia-Ukraina, Direktur Eksekutif INADIS Mendorong Indonesia Agar Berperan Lebih Aktif

Jakarta, 3 Juni 2022 – Direktur Eksekutif INADIS, Drs. P.L.E Priatna, M.A, diundang dalam diskusi daring bertajuk Forum Diskusi Virtual Denpasar Edisi-102 yang membahas mengenai langkah-langkah menuju perdamaian dalam perang antara Rusia dan Ukraina. Dalam forum yang dilaksanakan melalui Zoom tersebut, Direktur Priatna bersanding dengan beberapa narasumber ternama, seperti Muhammad Farhan (Komisi I DPR RI), Connie Rahakundini (Pengamat Pertahanan), Banyu Perwita (Universitas Pertahanan), dan Joko Purwanto (Komite Persahabatan Rakyat Indonesia-Rusia).

Sebagai mantan diplomat karier, Direktur Priatna sangat memahami konteks politik luar negeri Indonesia dalam menghadapi persaingan geopolitik global. Beliau menyampaikan beberapa agenda yang dapat didorong oleh Indonesia untuk mewujudkan perdamaian antara Rusia dan Ukraina.

Pertama, adalah langkah bilateral. Indonesia sebagai Presidensi G20 telah menyatakan keterbukaan untuk mengundang Rusia dan Ukraina dalam forum tahun ini. Sebagai Presidensi, Indonesia dapat berperan sebagai sosok penengah yang signifikan dalam mencari jalan keluar bersama. Hal ini penting mengingat langkah-langkah yang ditempuh oleh PBB belum cukup untuk meredakan ketegangan di Eropa.

Kedua, adalah menggunakan East Asia Summit (EAS) sebagai penengah. EAS adalah forum yang melibatkan negara-negara ASEAN dengan beberapa negara terkuat global, seperti India, Tiongkok, Amerika Serikat, dan Rusia. Indonesia harus menggunakan EAS sebagai tokoh penengah dalam konflik Rusia-Ukraina mengingat forum tersebut dapat digunakan untuk mengendalikan ketegangan politik melalui diskusi bersama.

Direktur Priatna juga mengkritik upaya-upaya yang dilakukan oleh negara-negara Barat. Alih-alih meredakan konflik, negara-negara Barat sibuk untuk menutup komunikasi dan melakukan aksi isolasi terhadap Rusia. Banyak diplomat Rusia yang dijadikan persona non grata – penduduk yang tidak diinginkan – di negara-negara Barat. Padahal, kehadiran diplomat dan kehadiran pemerintahan asing dibutuhkan untuk memperlancar arus komunikasi sekaligus antara pihak-pihak yang berkonflik.

Direktur Priatna menyimpulkan bahwa Indonesia juga harus memiliki prioritas politik luar negeri yang jelas. Ketidakjelasan tujuan politik luar negeri saat ini menyebabkan Indonesia hanya bersifat responsif tanpa prioritas yang jelas. Prioritas ini semakin jelas mengingat Indonesia memegang posisi Presidensi G20 saat ini. Oleh karena itu, Indonesia seharusnya memperkuat posisi dan kepentingannya sebelum KTT G20 agar Presidensi Indonesia membawa hasil yang signifikan bagi dunia. Indonesia bahkan bisa membangkitkan kembali semangat Gerakan Non-Blok (GNB) sebagai wujud ketegasan untuk bersikap bebas dan aktif di tengah persaingan geopolitik dunia.