Tanggapan INADIS Mengenai Pernyataan Pers Tahunan Menteri Luar Negeri (PPTM) 2022

Gambar: kemlu.go.id

Pada 6 Januari 2022, Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia (Kemenlu) telah menyelenggarakan Pernyataan Pers Tahunan Menteri Luar Negeri atau PPTM. Acara ini rutin dilaksanakan setiap tahunnya untuk menyampaikan capaian-capaian yang sudah diraih oleh Kemenlu, serta prioritas kebijakan luar negeri Indonesia dalam rentang satu tahun mendatang.

Tahun ini, INADIS turut berpartisipasi dalam PPTM sebagai observer. Walau diselenggarakan secara daring, hal ini tidak mengurangi esensi dari acara yang telah berjalan sejak tahun-tahun sebelumnya.

Recover Together, Recover Stronger” pertama kali disebutkan oleh Menteri Luar Negeri Republik Indonesia (Menlu) dalam Pertemuan MIKTA tingkat Menteri, pada tanggal 17 Juli 2020 untuk mengajak bersama-sama pulih, dan menjadi lebih kuat dengan mensinergikan upaya pemulihan dengan pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs). Hal ini disebabkan adanya kemunduran upaya pencapaian Agenda Pembangunan Global, sebagai akibat dari pandemi Covid-19. Semangat ini juga sejalan dengan tema Presidensi Indonesia di Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Group of Twenty (G20) tahun 2022.

Slogan tersebut masih dan sangat relevan dengan situasi global saat ini, di mana hampir semua negara di dunia mengalami permasalahan yang sama, tidak hanya krisis kesehatan global, namun juga krisis pembangunan dan kemanusiaan yang tidak bisa diselesaikan sendiri oleh negara manapun. Oleh sebab itu, kerja sama internasional dan multilateral menjadi sangat penting untuk secara bersama mencari solusi.

Pandemi ini juga menjadi peluang bagi semua negara untuk menciptakan infrastruktur kesehatan dan ekonomi berkelanjutan yang lebih kuat, sehingga lebih siap untuk menghadapi potensi pandemi lainnya di masa datang.

Pada PPTM 2022, Menlu menyampaikan beberapa poin penting dalam dinamika kebijakan luar negeri Indonesia. Di tengah pandemi, Indonesia menjadikan Diplomasi Kesehatan sebagai prioritas Indonesia dalam perannya di kancah internasional. Hal ini dilakukan Indonesia untuk mencapai target vaksinasi rakyat Indonesia. Selain itu, Indonesia juga memimpin dan mendorong inisiatif ASEAN dalam mengatasi pandemi. Di tahun ini pula, Indonesia memiliki keistimewaan untuk menyelenggarakan KTT G20 di Bali. Indonesia akan mendorong para negara-negara yang tergabung dalam keanggotaan G20 untuk turut serta membantu negara-negara lain yang masih belum divaksinasi secara lengkap

Selain diplomasi kesehatan, terdapat pula sektor-sektor yang menjadi perhatian khusus dalam rentang waktu satu tahun mendatang. Penguatan diplomasi ekonomi diperlukan untuk memulihkan kondisi ekonomi yang sempat dipengaruhi akibat pandemi yang sedang terjadi. Tentu, upaya ini harus dilakukan tanpa mengorbankan aspek kesehatan. Hal ini bisa dilihat dari upaya Indonesia untuk membentuk Travel Corridor Arrangement (TCA) guna memulihkan perjalanan lintas batas. Perluasan akses pasar dan perlindungan investasi menjadi salah satu bagian dari upaya pemulihan ekonomi. Melihat dari perkembangan dunia ekonomi yang dinamis, penguatan ekonomi digital, ekonomi kreatif dan ekonomi hijau juga ditekankan oleh Indonesia dalam pelbagai komunitas internasional.

Isu keamanan dan penguatan kedaulatan wilayah juga menjadi unsur penting dalam kegiatan diplomasi yang dilakukan oleh Indonesia. Dinamika yang terjadi di kawasan regional membuat Indonesia aktif dalam melaksanakan perundingan dengan negara-negara yang berbatasan langsung, seperti Filipina, Malaysia, Palau, dan Vietnam. Perundingan tersebut melahirkan beberapa kesepakatan, seperti Perjanjian Batas Laut Teritorial di segmen Laut Sulawesi dan Segmen Malaka bagian Selatan, perundingan garis batas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) dengan Palau, penetapan batas landas kontinen dan ZEE dengan Filipina, dan kesepakatan garis batas ZEE dengan Vietnam. Indonesia secara jelas mengacu pada United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982 sebagai dasar hukum kedaulatan wilayah.  

Peacekeeping mission (misi penjaga kedamaian) tetap dijalankan oleh Indonesia walau sedang berada di tengah kondisi pandemi seperti saat ini. Lebih dari 2.800 personel Indonesia bertugas di delapan misi perdamaian Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB). Representasi perempuan pada kegiatan peacekeeping meningkat 6,7% dari tahun sebelumnya yang sebesar 5,9%. Selain itu, Indonesia menjadi salah satu ketua Group of Friends on Safety and Security of UN Peacekeeping yang diluncurkan pada April 2021. Inisiasi tersebut merupakan upaya untuk meningkatkan keamanan dan keselamatan dari para peacekeepers.

Pada bidang HAM dan demokrasi, Indonesia mensponsori berbagai resolusi yang terkait dengan hak-hak rakyat di kawasan rawan instabilitas politik. Selain itu, Indonesia juga telah menyelenggarakan berbagai kegiatan dalam mendorong kemajuan HAM di kawasan melalui beberapa konferensi seperti Regional Conference on Business and Human Rights, Second Regional Conference on Humanitarian Assistance, serta ASEAN Human Rights Dialogue yang telah terhenti selama enam tahun terakhir.

Di kawasan ASEAN, Indonesia mendorong penyelesaian krisis politik di Myanmar. Situasi krisis yang terjadi terus menerus di satu negara, akan mengakibatkan terganggunya stabilitas dan keamanan di regional yang lebih luas. Maka dari itu, Indonesia berkomitmen untuk turut serta dengan melakukan pertemuan dengan para petinggi-petinggi di kawasan ASEAN dan menghasilkan “Five-Point Consensus”. Ini diharapkan mampu untuk menjadi pegangan bagi ASEAN dalam menyelesaikan krisis politik di Myanmar.

Presidensi Indonesia di G20 akan dimanfaatkan oleh Indonesia untuk menjadi katalis pemulihan global dan kerja sama nyata bagi negara berkembang. Oleh karena itu, Presidensi Indonesia di G20 difokuskan pada penguatan arsitektur kesehatan global, transisi energi, dan transformasi digital. 

INADIS menyambut baik komitmen Menlu Indonesia untuk menangani berbagai permasalahan nasional, regional, dan global. Diplomasi kesehatan yang dilakukan oleh Kemenlu mampu mempercepat penanganan pandemi di Indonesia, terutama dengan hadirnya varian Omicron. Kemenlu juga telah memperhatikan isu Myanmar dan Indo-Pasifik yang menjadi perhatian negara-negara Asia Tenggara selama beberapa tahun kebelakang. Terakhir, Kemenlu juga dinilai cukup berhasil dalam diplomasi global dalam bentuk pengiriman pasukan penjaga perdamaian PBB dan perlindungan WNI.

Akan tetapi, kami melihat masih ada kekurangan-kekurangan yang belum disampaikan dalam PPTM. Pertama, terkait Presidensi Indonesia dalam G20. Presidensi ini merupakan momentum langka bagi Indonesia untuk kembali menunjukkan kepemimpinan globalnya. Sayangnya, Indonesia belum sepenuhnya siap dalam melaksanakan Presidensi tersebut. Hal ini terlihat dari belum dirilisnya agenda G20 hingga Januari ini hingga pelaksanaan komunikasi publik yang belum terstruktur terkait presidensi ini. Kementerian Luar Negeri selaku ujung tombak pelaksanaan politik luar negeri harus mampu menjembatani pemangku kepentingan lainnya dan segera merilis agenda G20 yang akan menjadi perhatian global.

Kedua, Kemenlu harus berkoordinasi dengan Kemenkes terkait dengan diplomasi kesehatan. Kemenlu telah melakukan diplomasi yang cukup baik dan berhasil mendatangkan vaksin-vaksin dalam kuantitas yang cukup banyak. Akan tetapi, diplomasi kesehatan harus melibatkan Kemenkes agar vaksin yang tersedia di dalam negeri sesuai dengan anjuran WHO dan acuan dari negara-negara lain. Indonesia membutuhkan vaksin booster yang memadai dan mampu memperkuat imun masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, Kemenlu perlu untuk mendatangkan vaksin yang tidak hanya memperhatikan kuantitas, tetapi juga kualitas atau efikasi vaksin menghadapi ancaman varian baru.

Ketiga, terkait dengan diplomasi perdamaian. Secara kuantitas, komitmen Indonesia sebagai pasukan penjaga perdamaian memang tidak perlu diragukan lagi. Akan tetapi, Kemenlu seharusnya mengungkap bahwa pasukan penjaga perdamaian asal Indonesia memiliki exit strategy sehingga konflik tidak berkepanjangan di negara tujuan. Selain itu, Indonesia sebagai negara pemimpin dalam bidang penjaga perdamaian juga seharusnya memperkuat kembali komitmennya untuk memajukan pasukan penjaga perdamaian dari negara-negara ASEAN.

Terlepas dari kekurangan ini, INADIS berharap Indonesia dapat melaksanakan politik luar negeri yang sesuai dengan visi-misi dan tujuannya.